Disebuah Negara yang terkenal dengan mayoritas umat muslimnya, terdapat sebuah kampung yang terkenal dengan nama kampung santri. Hampir-hampir setiap dari mereka berbicara perihal jalan kebenaran setiap harinya.
Kemudian disana terlihat seorang kakek bernama Abdullah, semua warga telah mengenalnya. Ia sedang bersedih sendiri di masjid, ia merasa ada yang salah dengan dunia ini. Dan tiba-tiba ia melantunkan adzan pada jam 10 malam.
Tentu saja suara adzan tersebut melesat dengan kencang dan cepat menuju setiap bangunan kampung itu. Semua warga yang mendengarnya terheran, ada yang kesal, ada juga yang sampai berjalan kemasjid sambil menggerutu.
Hingga tibalah pertemuan mereka dengan kakek Abdullah yang sedih, adzan sambil menangis tersebut.
“Kamu gila ya!?”, tanpa mengucap salam seorang menegur kakek Abdullah.
“Bang sabar, jangan begitu”, kemudian seseorang melerai.
Semua warga sudah menggerutu mengatakan kakek itu sudah gila, kakek itu ikut aliran sesat, ini dan itu.
“Kek, tumben. Mengapa tiba-tiba adzan jam segini?”. Pak RT mewakili warga dan bertanya dengan baik.
“Udah pak dia ini sudah sesat sepertinya, saya sering melihat dia menangis sendiri akhir-akhir ini. Sudah mesti di taruh panti jompo sepertinya.” Ceplos seorang wanita.
“Saya sering menangis sendiri bukan karena gila bapak-bapak dan ibu-ibu. Dan saya adzan juga bukan karena ikut aliran sesat. Saya sedih melihat keadaan warga kita saat ini”, Kakek Abdullah mencoba menjelaskan.
“Maksudnya sedih kenapa kek?”, pak RT lanjut bertanya.
“Biarpun sudah tua, hampir setiap hari saya berusaha datang lebih awal untuk melantunkan adzan agar warga dapat bersiap-siap kemasjid. Berharap kita semua dapat masuk surga bersama-sama. Namun yang datang hanya sedikit sekali, sampai akhirnya waktu isya tadi hanya saya sendiri”. Sambil terisak kakek melanjutkan penjelasannya.
“Saat saya adzan di waktu yang tepat anda semua tidak bergeming. Namun sekarang saat saya adzan di waktu yang tidak tepat anda semua datang hanya untuk mengatakan saya gila dan sesat. Tak apa, saya hanya ingin kalian semua datang menghampiri masjid, tempat dimana kalian dapat lebih dekat dengan Allah Maha Tinggi sehingga terlindung dari kesesatan. Maafkan saya.” Kakek Abdullah mencoba mengungkapkan perasaannya.
Seketika semua mata berkaca-kaca, meminta maaf kepada kakek Abdullah, menggandengnya pulang hingga kerumah.
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. ( Qs An Nisa 4 : 103


