Saya adalah salah satu dari mereka. Kesadaran saya tentang penyandang disabilitas muncul seiring kelahiran putra saya. Saya berdoa untuknya di setiap salat, “Ya Allah, berkahi hamba dengan seorang penghuni surga.” Kemudian lahir lah anak saya dengan menyandang status autis.
Dokter mengatakan bahwa mungkin putra saya tidak akan bisa bicara. 40% anak autis tidak bisa bicara dengan baik. Ketika pada akhirnya putra saya bisa bicara, kata pertama yang keluar dari mulut kecilnya adalah “oke”. Dan “oke” berarti segalanya untuk kami berdua orang tuanya. Makan ia sebut oke, mainan ia sebut oke, lapar, haus, toilet ia juga menyebutnya oke.
Pertama kalinya dalam hidup saya, harapan bahwa suatu ketika putra saya akan belajar menyebut namanya sendiri dan mungkin menjadi sangat berarti untuk kami.Perbincangan yang telah saya nantikan selama 2 tahun, yan terdiri dari sati kata saja, “oke”. Sungguh suatu hal yang menyakitkan sekaligus indah.
Karena kata “oke” ini jugalah kami di usir keluar dari masjid. Ketika itu waktunya salat Isya. Imam takbir mengucapkan Allahu Akbar dan putra saya menjawab “oke”. Imam membaca Al Fatihah dan putra saya menjawab “oke”. Sami’ Allahu liman hamidah, “oke” Rabbana walakal hamd, “oke!”
Tak lama setelah imam mengucapkan salam, seseorang meninju dinding tempat salat wanita. Seseorang berteriak dengan marah, putra saya menjawab “oke”. Saya berlari menuju parkiran bersama putra saya dan menangis. Suami saya berdiri di parkiran dan berusaha mendamaikan suasana dengan imam dan lelaki yang marah itu.
Saya menyalahkan diri saya sendiri terhadap apa yang terjadi kepada anak saya. Masyarakat juga menyalahkan saya. “Mungkin karena saya terlalu begini dan begitu”, “Ini pasti karena penyakit ‘ain”, “mungkin karena salat saya tidak baik.” Mereka mengatakan ini dan itu. Saya merasa depresi, putus asa dan rasa bersalah yang melumpuhkan akal sehat saya.
Saya tidak masuk masjid selama hampir 6 tahun. Antara ketakutan akan kembali dihina dan kekhawatiran putra saya akan membuat jamaah lain tersinggung dan marah. Saya kehilangan ratusan jumatan untuk anak saya, puluhan salat Ied, serta persaudaraan dan dukungan dari jamaah muslim yang sangat saya butuhkan.
Setelah akhirnya Alhamdulillah Allah menyelamatkan saya dengan mempertemukan dengan dengan saudara-saudara muslim yang baik. Rasa terima kasih saya terhadap mereka yang telah membantu kami. Seringkali saya berdoa untuk mereka agar Allah memperlakukan mereka dengan lembut sebagaimana mereka memperlihatkannya kepada putra saya.
Mengapa kita jarang melihat penyandang disabilitas didalam masjid? Baik mengikuti salat ataupun kajian. Apakah karena mereka tidak ada, tidak menginginkannya, tidak dapat masuk kedalam, atau tidak diterima. Maka mereka tinggal dirumah hari demi hari, khutbah demi khutbah, Ied demi Ied, menjadi semakin terkucilkan, semakin rapuh di bandingkan dengan jika mereka di kelilingi oleh saudara-saudari mereka yang siap mengulurkan hati dan tangannya.
Mereka penyandang disabilitas hidup dengan penyakit kronis membutuhkan tempat curhat, namun tidak tahu kepada siapa, bagaimana caranya, atau kapan, karena masih sangat jarang masjid yang mengakomodasi kebutuhan mereka.
Jika anda memandang sekeliling anda dan menganggap bahwa anda tidak kenal satu pun dari mereka, maka anda telah membuktikan pendapat saya diatas. Kunjungilah mereka dan jangan lakukan dengan rasa iba, lakkanlah karena anda ingin bersama mereka dan melihat mereka ada di sekitar anda, di masjid-masjid anda. Jika kita tidak menolong mereka, lalu jawaban apa yang akan kita berikan kepada Allah?
Mungkin saja mereka yang berkursi roda terpaksa diam di samping pintu masjid menunggu seseorang datang untuk membukakan pintu. Mungkin saja si buta menunggu seseorang menuntun mereka ke cahaya masjid. Mungkin saja si tuli tidak mengikuti kajian karena tidak mengerti apa yang di ucapkan, karena tidak ada interpreter. Mungkin saja si autis membutuhkan lebih dari semua itu.
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dikirim sebagai rahmat kepada umat manusia. Kita pun bisa menjadi rahmat bagi makhluk lain mengikuti sunnahnya. Cintailah mereka yang di cintai Allah. Temukanlah mereka yang paling banyak di uji oleh-NYA. Dan mungkin saja jika suatu ketika mereka tidak menemukan anda di surga, mereka akan menanyakan keberadaan Anda.


