Selokan Dulu itu Bening, Sehingga Kami Dapat Bermain Perahu

Pagi itu aku hendak mencari tukang sayur. Ya aku lelaki yang suka ke tukang sayur untuk mencari sebongkah telur ayam dan brokoli yang taburi beberapa wortel. Biasanya ku ajak mereka reuni bersama di kolam renang(panci) dengan tambahan sedikit garam, kemudian “cetek” kunyalakan kompornya.

Wait, tapi aku tidak ingin bercerita tentang mereka. Hampir di setiap perjalanan ku ke tukang sayur, aku melihat mereka, makhluk yang memiliki akal dan hati yang sempurna berjalan ke sebuah selokan besar dan “Plung!” suara sampah yang mendapat kesegaran berenang di kali dan bertemu dengan teman-teman lamanya. Ya, mereka juga reuni sama seperti sayuran ku.

Dari mulai ibu-ibu, bapak-bapak hingga anak-anak, hampir tidak ada yang terlewatkan dari setiap klasifikasi manusia, yang kecil hingga yang besar. Sebenarnya siapa yang mengajari mereka mengotori tempat tinggalnya sendiri? Ups maaf, ini tempat tinggal kita bersama, sesama manusia, hewan dan tumbuhan, bukan tempat tinggal sendiri.

Jika belum dapat bermanfaat untuk orang lain, setidaknya pedulilah dengan diri sendiri dan berusaha berhenti merugikan orang lain. Bukan kah kita juga yang akan mengeluh jika kekurangan iar bersih? Mampet? Banjir? Bau? Hingga semua binatang kotor berkumpul menyebarkan penyakit.

Kalian namakan “kali bahagia”, namun data berbicara sampah mencapai hingga 1 kilometer sepanjang kali dengan kedalaman 1 meter. Sekitar 67 juta ton sampah di tahun 2019 yang sebagian besar dari sampah rumah tangga. Kalian sebut ini modernisasi?

Aku ingat saat kecil, setiap hujan tiba kami senang, tidak banjir kecuali semata kaki yang tertinggi. Selokan dulu itu bening, sehingga kami dapat bermain perahu.

Share to ur friends~

Related Posts