Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika ada obat yang sesuai untuk suatu penyakit, maka dengan seizin Allah penyakit itu akan sembuh. “(HR Muslim 4084).
Beliau ﷺ juga bersabda,
“Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan Dia juga menurunkan penyembuhnya. “(HR Bukhari 5246).
Beliau ﷺ pernah didatangi beberapa orang badui, seraya bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah kami harus berobat?”
Beliau ﷺ menjawab, “Benar wahai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, karena Allah tidak menciptakan suatu penyakit melainkan juga menciptakan penyembuh kecuali satu penyakit saja.”
“Apa itu?” Mereka bertanya. Beliau menjawab, “Ketuaan.” ( HR Tirmidzi 1961)
Allah Maha Tinggi telah menetapkan sebab dan akibat. Siapa yang memperhatikan penciptaan hal-hal yang saling berlawanan di alam ini, yang satu melawan yang lain, yang satu menolak yang lain, yang satu bisa bercampur denganyang lain, tentu dia akan mengetahui kesempurnaan ketentuan dan hikmah Allah Maha Tinggi.
Di berbagai hadits shahih telah disebutkan perintah untuk berobat, dan hal ini tidak bertentangan dengan tawakaL seperti halnya menolak rasa lapar, haus, panas atau dingin dengan hal-hal yang berlawanan dengannya.
Bahkan hakikat tauhid tidak dianggap sempurna kecuali dengan memperhatikan sebab yang telah ditetapkan Allah Maha Tinggi dan yang sesuai dengannya. Mengabaikan sebab ini justru bisa dianggap mengotori tawakal itu sendiri.
Alasan orang yang menolak berobat, karena penyakit itu merupakan ketentuan takdir dari Allah. Alasan seperti ini pula yang dinyatakan orang-orang yang menolak dan mengingkari kebenaran, sebagaimana firman Allah,
“Orang-orang yang mempersekutukan (Allah) akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) mengharamkan barang sesuatu pun’.” (AI-An’am: 148).


