Saat itu aku baru mulai memasuki kelas pertama membaca Quran. Sekitar 10 orang didalam 1 kelas, aku bertemu dengan teman-teman yang lain. Kami belajar bersama-sama, mulai dari makhraj per huruf hingga hukum-hukum yang harus di terapkan dalam membaca Quran. Tak disangka, aku bersyukur dapat membagi jam istirahat bekerja menjadi 3 bagian, tidur sesaat, belajar Quran, dan makan siang jika sedang tidak berpuasa.
Setelah kelas berjalan 2 minggu, ternyata masih ada di antara kami yang belum juga dapat membaca huruf-hurufnya dengan baik. Aku akui, aku merasa “ini buang-buang waktu”, saat ia mulai membaca Quran. Begitu lama dan terbata-bata, sedangkan aku harus melakukan aktivitas yang lain. Saya berpikir, mungkin aku bisa berbagi bagaimana cara dan tips belajar yang ku lakukan selama ini.
Kelas hari ini berakhir, aku menunggunya di depan gerbang masjid untuk menyapa dan berbincang dengannya perihal apa yang aku recanakan di hari sebelumnya. Anehnya ia tak keluar juga, padahal sudah hampir 10 menit aku menunggunya. Karena tidak tahan lagi, aku segera kembali kedalam untuk melihat apa ia masih ada atau ternyata aku telah melewatkannya.
“Kho kho kho thoooo kho tooo yaa…”, dari tangga aku mendengar seseorang sedang berusaha membaca Al Quran. Aku mencari sumbernya, yang ternyata masih berasal dari ruangan tempat aku belajar biasanya. Aku melihatnya dari balik pintu yang agak terbuka sedikit, sementara aku menunggunya untuk mengajak makan siang bersama, ternyata ia masih belajar membaca Quran disini. Tak begitu bagus, tak begitu baik, tapi entah mengapa aku mulai senang melihatnya membaca. Aku memutuskan untuk menunggunya hingga selesai membaca, diam-diam di belakang pintu.
Setelah selesai aku banyak mendengar cerita darinya, bagaimana aku mengungkapkannya?, aku merasa senang, juga merasa bersalah. Teman ku ini ternyata memiliki hati yang sensitif(lembut), ia sedih dan berkecil hati saat ustadz memuji salah satu teman kami yang memilki bacaan Quran yang baik.
“Maa syaa Allah, kamu memiliki hati yang bersih. Karenanya Allah Maha Tinggi memberikan kemampuan membaca Al Quran kepadamu dengan fasih dan indah”, kata ustadz kepada salah satu teman kami. Ia katakan kepadaku, “Mungkin ada yang salah dengan diriku, ada yang salah dengan hatiku”.
Ia mengira ia tidak cukup baik, Ia mengira kami teman-temannya lebih baik, dalam pandangannya, hatinya tidak cukup bersih sehingga Allah tidak memberikan kemampuan membaca Al Quran dengan baik kepadanya.
Yang ku tahu guru kami tak bermaksud begitu, guru kami hanya ingin menyemangati teman kami yang bacaannya sudah baik. Belakangan, aku baru tau temanku ini menderita penyakit disleksia yang membuatnya kesulitan membaca dengan baik.
Aku katakan kepadanya, “Saudaraku, kamu tahu? sepertinya Allah lebih sayang kepadamu. Setelah selesai dengan kelas ini, kami semua sibuk mencari makan, sementara engkau melanjutkan belajar. Apakah ustadz jaman sekarang lebih Allah cintai yang karena mereka banyak orang masuk islam? dibandingkan nabi Nuh ‘alaihissalam yang paling banyak tercatat dalam sejarah hanya 11 orang dalam 950 tahun berdakwah?”
“Bagaimana kau bisa membandingkan ku dengan nabi Nuh ‘alaihissalam?”, ia bertanya. “Bukan begitu maksudku, Allah berbeda dengan manusia. Allah menilai sesuatu dari kualitas usaha, sementara manusia hanya melihat sesuatu dari hasilnya saja, dan engkau berusaha dua kali lipat dari kami, maka kau lebih di hargai. Bukankah ada hadits yang berkata, 2 pahala bagi orang yang membaca Al Quran dengan terbata-bata”. Kemudian dia memeluk ku dan mengucapkan terima kasih, dan kami melanjutkan obrolan sambil berjalan mencari makan.
Hari itu ia menyadarkan ku, ia mengingatkan ku. Apa yang telah kupelajari selama ini tidak membuatku terlihat lebih, buktinya aku tidak melihat temanku sebelumnya dengan hati. Dengan bertemu dirinya, aku mengingat kembali, aku menjadi berguna dengan apa yang telah ku pelajari. Sejak awal aku hanya melihatnya sebagai penghambat, sekarang aku iri, karena dia dipilih Allah untuk mendapat ujian tertinggi dan mendapat 2 pahala lebih.
Temanku ini memang tidak sebaik orang lain dalam membaca Al Quran, tapi aku lebih menghormatinya daripada beberapa temanku yang lain. Karena ia meluangkan waktu lebih untuk belajar, ia giat dan gigih untuk terus berusaha.
Yang ku tahu, “orang termulia di sisi Allah adalah yang paling takwa” Al Hujuraat ayat 13.


