Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Qs 7 Al Araf : 189)
Kami pernah mencoba pada anak kami yang pertama saat dalam kandungan, kami biasakan anak kami mendengarkan Al Quran. Saat istri ku mulai lelah aku katakan kepadanya, “Tidak apa-apa mah, pakai murotal saja”. Kami usahakan bagaimanapun situasinya Al Quran tidak boleh terhenti.
Ada satu hal yang sangat indah yang tidak akan pernah ku lupakan. Saat aku pulang bekerja, aku mendengar anak ku menangis luar biasa dan tidak kunjung berhenti. Aku bertanya kepada ibunya, “kenapa anak kita menangis terus?”. “Tidak tahu lah pah, sejak tadi belum bisa ditenangkan”, istriku khawatir.
Aku coba renungkan sejenak, kemudian ku katakan, “coba ganti surahnya ke Ar Rahman”. anak kami berhenti menangis, begitu kami kembalikan ke surah sebelumnya, anak kami menangis lagi. Seketika aku tersadar ternyata anak kami menangis saat mendengar ayat yang sedang menerangkan konsep neraka.
Semakin hari semakin ia beranjak dewasa, setiap aku membaca Al Quran dia akan menghentikan kegiatannya lalu mengambil mushaf kemudian menghampiri ku. Sampai kemudian saat ia sanggup berdiri dan bahkan berlari karena semangat untuk menunaikan shalat. Entah bagaimana caranya aku mengungkapkan kebahagiaan itu.
Cerita diatas adalah salah satu dari sekian banyak cerita para orang tua yang dengan sabar dan ikhlas berikhtiar untuk mewujudkan keluarga Al Quran.


