Sahabatku yang biasa bermain merpati bersamaku, kini meninggalkanku. Setelah guru kami pulang dari perjalanannya belajar islam kepada orang-orang terbaik masa itu. Aku katakan kepada sahabatku, “sudahlah, guru saat ini sudah menjadi orang yang sibuk, kita tunggu saja sampai ada kesempatan atau ta’lim tiba”. Namun dia tetap meninggalkanku, aku pulang kerumah, bermain merpatiku sendiri hingga maghrib kemudian isya. Kemudian aku langsung tertidur setelah sholat witr.
Aku terbiasa bangun jam 2 pagi, mandi kemudian shalat. Hingga sekitar 30 menit sebelum shubuh aku berjalan ke masjid. Aku melihat dari kejauhan sahabat ku itu tertidur di depan pintu guru kami yang kemarin baru saja pulang setelah beberapa tahun tidak kelihatan. Tiba2 pintu terbuka, aku melihat guru kami terkejut ada seorang anak muda tidur di depan pintunya. Guru kami membersihkan debu yang ada di tubuh sahabat ku kemudian membangunkannya.
“Abdullah? apa yang kau lakukan tidur disini?”, guru kami terheran.
“Aku menunggu mu untuk mendapatkan manfaat, sahabatku menjawab.
“Kau tidak harus seperti itu wahai putra sahabatku, katakan saja kepada ku jika kau membutuhkan sesuatu, aku akan datang kesana, juga bersilaturahim kepada orang tuamu”, guru kami mengkhawatirkan sahabat ku.
Sekejap aku menghampiri mereka berdua, mengucap salam, dan berkata kepada sahabat ku, “Ya wahai Abdullah, kau tidak perlu sampai seperti itu”.
“Ilmu itu di cari, ilmu itu tidak datang kepadamu, kau yang harus datang kepadanya”, sahabatku Abdullah menimpali.
Sunggu suatu jawaban yang membuat ku menghormatinya seumur hidup ku. Sekarang kami sudah dewasa, sahabatku sudah menjadi guru juga. Setiap ada orang yang bertanya kepada ku, aku akan mengatakan, dia Abdullah lebih tahu daripada diriku. Dia mengingatkan ku kepada sosok Ibnu Abbas رضي الله عنه. Manusia tawadhu yang selalu mencari ilmu.


